Perjalanan kurikulum pendidikan
nasional, diawali dari tahun 1947 tepat dua tahun setelah Indonesia
merdeka. Sebagai sebuah bangsa yang baru saja terbebas dari penjajah,
maka banyak aspek kehidupan kebangsaan yang perlu ditata secara mandiri,
termasuk di dalamnya adalah pendidikan.
Sebenarnya pendidikan telah diselenggarakan masayarakat dalam lingkup
kedaerahan, baik yang bersifat keagamaan maupun kecakapan hidup atau
keterampilan. “Saat itu pendidikan diartikan memberi pengertian dan
contoh-contoh. Pendidikan
bertujuan pula mengarahkan pengetahuan, memberi pengertian tentang
nilai-nilai hidup, nilai-nilai kesusilaan, nilai-nilai keindahan dan
ketuhanan (PGRI, 6)”.
Pendidikan
yang pada mulanya bersifat kedaerahan tersebut, pada akhirnya
berkembang menjadi sebuah sistem pendidikan yang berlaku sama secara
umum karena Belanda mengenalkan sistem pendidikan formal dalam bentuk
sekolah. Sehingga melalui sekolah ini dikenalkan adanya materi pelajaran
yang dipelajari, jenjang kelas, sistem penilaian dan sebagainya.
Pendirian sekolah oleh Belanda berlangsung pada tahun 1600-an. Kemudian
pada 1684 seiring dengan semakin kompleksnya penyelenggaraan pendidikan
maka untuk pertama kali Belanda membuat Undang-undang sekolah, yang
isinya antara lain (PGRI, 2008: 7): a) Sekolah yang akan didirikan harus
dengan izin pemerintah Belanda, b) Jam sekolah berlangsung mulai pukul
08.00-11.00 atau pukul 14.00-17.00, c) Pelajaran campuran murid
laki-laki dan perempuan dilarang, d) Hari libur dan uang sekolah diatur
pemerintah, e) Sekolah-sekolah harus dipantau 2 kali setahun.
Secara umum mata pelajaran yang dipelajari di sekolah Belanda adalah
membaca, menulis, berhitung dan sembahyang. Hal yang khas dari sistem
pendidikan Belanda adanya pembedaan sekolah antara rakyat pribumi dengan
anak-anak bangsawan dan anak-anak Belanda. Sistem sekolah Belanda
tersebut terus berlangsung selama pemerintahan Belanda, hingga Belanda
kalah dari sekutu. Akibat dari kekalahan itu, Indonesia dikuasai oleh
Jepang, maka berubahlah sistem pendidikan yang diselenggarakan. Pada
zaman Jepang, perubahan yang terjadi adalah tidak adanya pembedaan jenis
sekolah, mulai berlakunya jenjang kelas yang berlaku secara umum,
berlakunya lama waktu sekolah pada setiap jenjang pendidikan secara
menyeluruh, dan dominasi aktivitas pertahanan Negara.
Melalui sejarah penyelenggaraan sistem pendidikan yang memiliki berbagai
corak tersebut, maka ketika telah merdeka, Indonesia mulai menata
sistem pendidikannya. Pendidikan
pada masa-masa awal kemerdekaan berada di bawah kendali Suryadi
Suryaningrat yangmenjabat sebagai Menteri Pengajaran dan menyusun
kurikulum 1947. Sebenarnya pada tahun 1947 tersebut, kurikulum lebih
dikenal dengan leer plan (dalam bahasa Belanda) yang artinya “Rencana
Pelajaran”. Suasana pendidikan
yang diselenggarakan lebih berkaitan dengan upaya-upaya menjadi manusia
Indonesia yang merdeka dan berdaulat, yang sejajar dengan bangsa
lain.Lebih spesifik lagi, pada tahun 1947 ini kelompok kerja yang
bertugas menyusun konsep pendidikan, telah merumuskan tujuan pendidikan
nasional. Tujuan pendidikan nasional pada saat itu adalah untuk mendidik
warga Negara yang sejati yang bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran
untuk Negara dan masyarakat. Dengan kata lain, tujuan pendidikan
nasional pada masa itu menekankan pada penanaman semangat dan jiwa
kepahlawanan (patriotisme ).
Sistem pendidikan yang diselenggarakan berupaya memahami kebutuhan
masyarakat pada saat itu dan juga mengupayakan hilangnya bayang-bayang
sistem pendidikan belanda dan jepang yang tidak relevan lagi. Upaya
tersebut merupakan konsekuensi logis dari berubahnya beragam aspek yang
ada dalam dinamika masyarakat. Sehingga proses pembelajaran lebih
mengupayakan berkembangnya domain afeksi, dibanding domain kognitif dan
psikomotorik. Selain itu, proses pembelajaran masih berpusat pada guru, hal tersebut masih berlangsung karena situasi pembelajaran masih kental dengan situasi pembelajaran pada masa sebelumnya. Namun, guru mengupayakan pembelajaran berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari.
Sesuai dengan namanya Rencana Pembelajaran
memuat serangkaian mata pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa
sesuai dengan jenjangnya. Mata pelajaran tersebut umumnya berkaitan
dengan membaca, menulis, berhitung, keterampilan serta budi pekerti.
Mata pelajaran yang berbasiskan perkembangan ilmu pengetahuan pun telah
berupaya dipelajari pada masa ini, seperti adanya mata pelajaran ilmu
alam, ilmu hayat, ilmu dagang dan ilmu bumi. Pada proses belajar-mengajar,
pada masa ini pun terdapat sistem penilaian yakni ujian harian, ujian
caturwulan dan ujian penghabisan pada tingkat akhir setiap jenjang.
Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kurikulum 1947 baru dapat
direalisasikan oleh seluruh sekolah pada tahun 1950. Hal tersebut
berkaitan dengan situasi dan kondisi kemasyarakatan yang terjadi pada
saat itu yang masih belum seluruhnya dapat melaksanakan kurikulum
1947.
Referensi: Hidayat, Sholeh. 2013. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: PT Rosada Karya
PGRI dan Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Seratus Tahun Perjuangan Guru Indonesia. Jakarta
Sumber : http://www.eurekapendidikan.com/2014/11/kurikulum-pendidikan-nasional-tahun-1947.html
0 komentar:
Posting Komentar